Ternyata pengemudi pada peristiwa kecelakaan maut di pagi hari awal tahun 2013 yang terjadi di jalan tol jagorawi adalah anak seorang Menteri Perekonomian, tepatnya M. Rasyid Amrullah Rajasa. Dari beberapa media massa cetak atau pun elektronik, pada kecelakaan tersebut menyebabkan 2 korban meninggal dunia dan beberapa orang harus dirawat secara intensif dirumah sakit Polri, Kramat Djati, Jakarta Timur.
Menurut berita di beberapa media massa hari ini, M. Rasyid pelaku penyebab kecelakaan yang kini sudah dipastikan menjadi tersangka, tidak menggunakan narkoba. Seperti kutipan yang diambil dari okezone "Hasil tes urine berdasarkan Dikkes Polda Metro Jaya, ada lima tes yang dilakukan kokain, ampetamine, metaphetamine, ganja dan heroin, semuanya negatif," kata Rikwanto, kepada wartawan, di Mapolda Metro Jaya, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta. Kenapa sudah tahu ngatuk, masih memaksakan diri membawa kendaraan, apalagi berkecepatan tinggi dijalan tol Jagorawi?
Pagi tanggal 1 Januari 2013 itu adalah hari sial bagi si anak menteri, meskipun dikabarkan tidak mabuk setelah merayakan tahun baru 2013 dibilangan Kemang Jakarta. Hanya karena mengantuk 2 nyawa melayang dan korban lainnya harus dirawat dirumah sakit. Secara pribadi ikut prihatin dan berbela sungkawa pada keluarga korban. Ini berarti kelalaian yang sangat bodoh bagi seseorang yang memaksakan diri mengendarai dalam keadaan mengantuk.
Mungkin jika pelaku bukan anak seorang menteri negara, kehebohan tidak akan seperti saat ini. Semua media massa, baik media cetak maupun media elektronik menyangkan tragedi kecelakaan ini dengan versi dan gayanya masing-masing. Tidak bisa dibayangkan berapa korban yang akan ditimbulkan jika terjadi dijalan raya umum seperti yang dilakukan Susi Apriyanni beberapa waktu lalu, yang juga membuat heboh dunia lalulintas negeri ini.
Kejadian kecelakaan bus pariwisata di Purwokerta dengan korban mahasiswi Fakultas Kedokteran lebih banyak hanya satu dua hari muncul di televisi, tapi kecelakaan yang ditimbulkan BMW X5 diawal tahun 2013 menjadi lebih menarik untuk dikejar dan diliput beritanya. Bukan main, kecelakaan yang biasa terjadi meski menimbulkan korban bisa menjadi trending topic diawal tahun 2013, karena dia seorang anak menteri yang dikabarkan ngantuk sebagai alasan penyebab kecelakaan.
Berbagai pendapat muncul ketika si anak meteri negara ternyata adalah tersangka tunggal dalam kasus kecelakaan tersebut, seperti yang diungkap oleh pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia (UI), Bambang Widodo Umar mengatakan independensi penegak hukum, terutama Polri, akan diuji dalam penanganan kasus ini (sumber: republika.co.id).
Pendapat lain dari salah satu anggota Komisi III DPR-RI, Eva Kusuma Sundari, mengatakan kasus kecelakaan yang melibatkan anak Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa murni sebagai persoalan pidana. Artinya, sebagai warga negara Indonesia ia harus mendapatkan perlakuan hukum yang sama.
Lalu lanjutnya, Masyarakat, kata Eva, berhadapan dengan kenyataan bahwa memang terjadi kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Sehingga proses pidana harus berjalan terus seperti diamanatkan dalam KUHP pasal 359/360. "Anaknya presiden sekalipun, harusnya tidak ada diskriminasilah. Itu asas dalam penegakkan hukum," kata Eva kepada wartawan, Rabu (2/1).
Penegakan hukum yang sama, menurut politisi dari PDI Perjuangan itu menjadi sangat penting untuk menguji penghormatan pada asas equality before the law. Meski setiap kasus memiliki keunikan tersendiri, tetap ingatan masyarakat belum hilang. Perihal bagaimana polisi menangani kasus Apriliani dan Novi Amelia.
Penegakan hukum yang sama, menurut politisi dari PDI Perjuangan itu menjadi sangat penting untuk menguji penghormatan pada asas equality before the law. Meski setiap kasus memiliki keunikan tersendiri, tetap ingatan masyarakat belum hilang. Perihal bagaimana polisi menangani kasus Apriliani dan Novi Amelia.
Yang terbaik bagi polisi dan Hatta Rajasa adalah menunjukkan standar operation prosedur (SOP) dalam penanganan kasus tersebut. Agar polisi tidak dikecam diskriminatif, dan Hatta Rajasa tidak dituduh melakukan intervensi dalam penegakkan hukum.
Pada kenyataanya, kesigapan polisi dalam pres konferen yang begitu spontan terkesan tidak seperti biasanya dalam menangani kasus-kasus kecelakaan ini, tidak seperti contoh pada kasus Apriyani. Benar atau tidaknya berita yang disadur dari "Keluarga Korban Sempat Merasa Ada yang Ganjil", ada tulisan menggelitik dan sedikit mencibir, yaitu "Kita cuma diberi tau oleh polisi kalau keluarga pelaku minta berdamai saja dengan iming-iming semua biaya rumah sakit bakal dibayarin," kata salah satu keluarga korban. Bukankan ini kebiasaan feodal yang dengan mudahnya menyelesaikan suatu persoalan hanya dengan kata "Duit".
Harusnya si aparat penegak hukum yang menawarkan perdamaian itu ditangkap, karena telah melakukan gratifikasi pada keluarga korban, korupsi lagi, korupsi lagi. Kalau pun sang ayahanda memberikan bantuan, itu hal yang wajar sebagai rasa bela sungkawa dan rasa kemanusiaan, tapi ya jangan ditawarkan begitu seharusnya.
Harusnya si aparat penegak hukum yang menawarkan perdamaian itu ditangkap, karena telah melakukan gratifikasi pada keluarga korban, korupsi lagi, korupsi lagi. Kalau pun sang ayahanda memberikan bantuan, itu hal yang wajar sebagai rasa bela sungkawa dan rasa kemanusiaan, tapi ya jangan ditawarkan begitu seharusnya.
Keluarga korban yang merasa aneh dan bahkan tak sedikit "beberapa diantaranya" langsung menempel keluarga korban yang hendak masuk ke dalam ruang jenazah. Kejadian tersebut membuat sejumlah wartawan kesulitan mendapatkan keterangan dari keluarga jenazah korban. Pertanyaan besar pun sempat muncul di benak ia dan sanak keluarganya lainnya.
Tontonan usang masa lalu, ketika hukum tidak dapat menyentuh mereka para pejabat dijaman itu. Meskipun sang menteri tentu tidak bermaksud melakukannya, tapi jabatan dan kedekatan hubungannya dengan orang no. 1 di Indonesia pastinya membuat ngeri penegak hukum dalam bertindak. Seribu pendapat dan sejuta sorotan masyarakat tidak akan berpengaruh dalam kasus kecelakaan anak seorang menteri yang sangat dekat dengan Orang no.1 di negeri ini.
Kunjungan dan permintaan maaf yang telah diberikan kepada keluarga korban sepatutnya tidak terlalu berlebihan, meskipun keluarga korban tidak lagi mengajukan tuntutan kepada pelaku. Namun hukum tetap hukum dan harus ditegakkan, yang salah harus diadili seadil-adilnya di mata hukum, meski oleh seorang anak Menteri dan orang berpengaruh di negeri ini.
Janganlah hukum hanya tegas pada orang-orang kecil yang melakukan kesalahan, dan takut pada orang-orang besar berduit tebal dan berpengaruh. Seperti yang terjadi di Magelang, dan beberapa orang kecil yang telah merasakan ketegasan hukum di Indonesia. Beruntunglah Rasyid Amirullah Rajasa menjadi anak seorang pejabat besar, hingga banyak pihak dibuat sibuk, termasuk kesibukan si ayahanda ditengah-tengah tugasnya menjadi Menteri Negara dan Perekonomiain. Meski sudah positif menjadi tersangka tunggal, perlakuan yang diterimanya berbeda dengan kasus Apriyani waktu itu. Basi lah! Jika alasannya hanya karena mengantuk selepas pulang malam tahun baruan.
0 komentar:
Posting Komentar - Back to Content