Ibarat pacar idaman, KPK atau badan sejenisnya selalu ditunggu, dinanti dan dirindu oleh seluruh belahan hati rakyat Indonesia. Setiap berita yang mengabarkan prestasi KPK membuat kita, rakyat semakin cinta. Mungkin Pak Abraham Samad saat ini bertenger jaya nomer satu di hatiku, menggantikan Ariel Noah dan Andhika kangen Band, maklumlah aku kan aktivis anti korupsi.
Tetapi semakin aku rindu, maka aku semakin mendalami siapa sang pujaan hati. Ku cari tahu, tentang semua hal, apa, siapa, mengapa dan bagaimana. Tetapi celaka, semakin ku tahu lebih dalam, semakin besar tanda tanya di kepalaku dan sialnya kenapa semakin menipis rasa rindu, cinta dan kepercayaanku padanya, my KPK ku.
Aku hanya bingung dengan dunia politik para orang tua jaman sekarang. Termasuk bingung apa sebenarnya landasan berpikir di bentuknya KPK. Karena setahuku yang korupsi bukan rakyat jelata, tetapi dari kalangan bapak ibu sekalian juga, kalian yang kelola negeri ini, yang buat kebijakan dan peraturan tetapi kalian juga yang harusnya tahu luar dalam kenapa dan siapa soal korupsi hebat di tanah air ini.
Seharusnya korupsi menjadi musuh besar utama dan bersama kita. Tetapi semakin kita anggap besar sebagai musuh, kok semakin besar juga kekuasaan dan kehebatan cara dan jumlah korupsinya. Dulu ada istilah korupsi di kolong meja, sekarang? Dengan meja – mejanya sekalian habis dikorupsi!
KPK ku lantas bagaimana? Apakah di buat karena political intrict atau political will yang memang di lahirkan untuk menjaga tujuan nasional pembangunan yang lancar demi kesesejahteraan rakyat?
Kenapa ku galau? Karena harapanku KPK itu berdiri bebas merdeka, independen, berkuasa melakukan tugasnya, walaupun presiden dan DPR sendiri tidak boleh intervensi terhadap badan bentukannya. Tetapi kekuatiranku pun berlanjut, jika yang korupsi orang KPK, bagaimana jadinya?
Lantas ku semakin galau, ternyata secara undang – undang, banyak keanehan berlaku. Katanya KPK dibuat untuk memberantas korupsi, tetapi kenapa pernah keputusan MK soal Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) malah dianggap bertentangan dengan UUD 45?
KPK juga ternyata belum bebas untuk masuk ke kantor Polisi dan TNI. Kemaren saja pak Novel Baswedan mau ditangkap oleh kesatuannya sendiri gara – gara coba membongkar kasus korupsi di corps nya.
KPK juga penuh keanehan, jika kemudian sudah ditangkap itu koruptor, mau di penjara dimana? Masa KPK tidak punya tahanan sendiri? Jangan seperti Gayus yang bisa jalan-jalan ketika sudah divonis dan ditahan diluar KPK. Ayo dong KPK ku, buat lapas khusus koruptor sendiri.
Dan yang membuatku cemas adalah, jika kasus korupsi sudah terbongkar harta korupsi di sita, lantas di kemanakan itu harta? Tidakkah KPK mempunyai dan boleh membuat program pemberantasan korupsi plus. Plusnya adalah pemberdayaan duit korupsi untuk menebus luka hati rakyat dengan program bantuan modal untuk orang miskin, misalnya? Enak sekali nanti uang hasil korupsi karena sudah dianggap pernah hilang, benar- benar hilang setelah diserahkan kepada kas penampungan hasil korupsi tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar - Back to Content