Dorm (taken by Panasonic Lumix DMC-TS3)
Peringatan: Untuk 17 tahun ke atas.
Sudah ratusan hostel (bukan hotel, karena ada ‘s’ di tengah kata) yang saya inapi di seluruh dunia. Sebenarnya udah wis tue kayak sekarang ini saya males banget tinggal di hostel. Tapi apa daya sampai sekarang saya masih nggak sanggup (dan nggak tega) bayar hotel di negara-negara mahal, apalagi kalau jalan-jalannya sampai setahun penuh. Sialnya lagi, sanggupnya masih nginap di dorm yang sekamar rame-rame.
Bayangkan, setiap hari saya bobo sama orang ga kenal dengan berbagai bau dan bunyi. Terpaksa harus mencium bau alkohol, bau kentut, bau jigong, bau ketek, dan lain-lain. Mendengar bunyi ngorok sahut-sahutan, bunyi ranjang berdenyit-denyit, bunyi kresek-kresek orang lagi packing, bunyi pintu berkali-kali buka-tutup, berisiknya suara orang ngobrol – apalagi kalau lagi mabuk dan masuk ke kamar di pagi buta! Arrgh!
Sialnya tidak semua kota memiliki hostel dengan standar yang baik, apalagi kalau jumlah hostel di kota tersebut terbatas. Contohnya ketika saya berada di Vilnius, ibu kota negara Lithuania. Bayangin, negara itu belum eksis aja saya udah bekpeking (anjrit, tua bener gue!). Di Vilnius saya memilih untuk menginap di Hostel G (bukan nama sebenarnya) karena lokasinya yang dekat Old Town dan jumlah kamar dorm hanya 3 sehingga tidak terlalu banyak penghuni.
Dari stasiun bus konon hanya 5 menit jalan kaki ke hostel, tapi kenyataannya sampai 2 jam. Kalau nggak karena diantar ibu-ibu baik hati, sampe mati juga nggak bakal ketemu tu hostel karena letaknya di gang gelap. Fasad bangunannya pun hanya gerbang berjeruji besi hitam dengan plang nama kecil berupa boks lampu temaram. Resepsionisnya seorang cowok berambut gondrong awut-awutan, pake kaca mata item bundar, bertampang dingin, bersuara datar, sambil makan wortel serut. Tampaknya dia penganut new age bullshit.
Kamar saya yang tidak berkunci ini berisi 8 bed dan berada di lantai tiga paling atas, sampai langit-langitnya pun miring mengikuti bubungan. Ada 4 bunk bed (tempat tidur susun) yang berseberangan dan saling menempel satu sama lain. Ruangannya cukup sempit sehingga jalan pun harus berjinjit karena di lantai bergelatakan ransel dan barang-barang tamu. Sekamar ada saya, di atas saya si Yasmin, di sebelah ada seorang cewek gendut asal Inggris dan di atasnya seorang cowok gondrong asal Rusia, di seberang ada 3 orang cowok ABG asal Canada (sebut saja si Pirang, si Brewok dan si Item) dan seorang pria tua asal Inggris. Untungnya kamar mandi ada di dalam, sehingga saya “hanya” sharing dengan 7 orang lainnya.
Malam itu kami berlima lagi enak-enaknya tidur, eh 3 cowok Canada masuk kamar sambil teriak-teriak, ketawa ngakak dan bau alkohol. Saya lihat jam.. duh, jam 4 pagi! Pria Inggris terbangun dan marahin mereka karena berisik. Mampus lu! Lalu suara mereka memelan, terdengar seperti suara di ruangan lain. Ealah, mereka bertiga masuk kamar mandi bareng dan nerusin ngobrol! Eh tapiii… kok saya dengar ada suara cewek juga di dalam kamar mandi? Dasar kepo, saya pun ngintip di kegelapan. Si Pirang duluan keluar dari kamar mandi, disusul si Brewok – mereka cuma koloran doang dan langsung tidur. Di kamar mandi terdengar suara grudak-gruduk, lalu pintu terbuka. Keluarlah sepasang kaki putih. Lah, ternyata cewek bugil! Dia berjalan berjinjit-jinjit… Lho, itu kan cewek di bed sebelah saya! Cuek bener jalan-jalan bugil di dorm! Tak berapa lama kemudian, dari kamar mandi keluarlah sepasang kaki hitam berbulu. Lah, ternyata si Item! Jadiii… tadi si cewek Inggris sama si Item ngapain dong di dalam kamar mandi? Eh, dipake sama si Item doang atau bertiga hayo?
Malam kedua lagi-lagi geng ABG Canada masuk kamar di pagi buta. Kali ini mereka tidak teriak-teriak, meski tetap bau alkohol. Eh tapi kok ada suara cewek bisik-bisik ya? “What? What? I don’t undersand,” katanya berkali-kali. Sret-sret bunyi orang buka baju dan tarik selimut. Lama-lama sunyi senyap, dan tiba-tiba ranjang berdenyit berirama “nyit-nyit-nyit” dan suara lenguhan, “Ah, uh, ah, uh!”. BRENGSEK! Mereka lagi berhubungan seks! Eh tapi sama siapa? Si cewek Inggris kan udah pulang. Saya ngintip.. lho, ada cewek lain di ranjang si Brewok! Oh, dia bawa cewek masuk kamar! Saya pun belagak batuk-batuk, eeh mereka langsung “jadi patung”. Begitu batuk saya berhenti, mereka berjibaku lagi. Geblek!
Lalu ada lagi yang buka pintu, masuk kamar diam-diam, dan ada suara bisik-bisik juga. Kali ini bunyi derit ranjang besi makin keras. Lenguhannya makin banyak dengan nada bervariasi, sepertinya dari orang yang berbeda, “Aah, aah, uuh, uuh. Hmm… ooh… hmm.. ooh”, lalu “What? What?” Lho kok bisa? Saya intip lagi. Ealah.. si Pirang juga lagi berhubungan seks sama cewek! Jadi ada 2 pasang manusia berasyik masyuk pada jam 6 pagi saat matahari terbit! Jendela kamar persis di sebelah ranjang mereka sehingga dua pasang manusia brengsek itu tampak bayangannya lagi naik-turun berirama. BANGKE!! Get a room dong kalo mau esek-esek, berani-beraninya berbuat di kamar hostel yang berisi 8 orang!
Saking keselnya, saya langsung tulis review di situs booking hostel yang bilang bahwa cowok-cowok sekamar ini bawa cewek-cewek bobo bareng di kamar dorm tanpa sepengetahuan staf hostel. Begitu mereka ngorok, saya turun ke bawah dan komplen sama si resepsionis tolol itu. Lah, kamar dorm cuma 3 biji masa dia nggak hapal muka-muka penghuninya sampe dibiarkan masuk? Si tolol cuma bilang, “I’ll tell them when they wake up.” Dodol, kagak liat mata gue bejendol karena kurang tidur apa?
Hari itu pas check out. Karena balas dendam, saya, Yasmin dan pria Inggris bangun jam 7 pagi, sengaja packing keras-keras sambil nyalain lampu, banting pintu, buang barang di tempat sampah sambil dilempar, ngobrol keras-keras, dan sebagainya. Tampaklah dengan jelas 4 manusia bugil di ranjang bawah. Lalu kami turun, duduk di dapur sambil sarapan dan ngegosip. Jam 10 mereka turun. Bukannya dimarahin resepsionis, eh mereka cuma disuruh bayar ekstra 2 bed! Cowok-cowok itu berdebat, tapi akhirnya cewek-cewek itu (ternyata orang Lithuania, pantes nggak lancar bahasa Inggris) yang bayar karena cowok-cowoknya kere! Buset, udah dipake gratis, si cewek disuruh bayar hostel lagi! Pudarlah imej saya terhadap backpacker Canada yang selalu saya kagumi!
Abis itu si resepsionis mendatangi saya dan bilang, “I read your review about our hostel in the website. Can I offer you chocolate and you make the review nicer?”. Eh sialan, saya disogok! “I don’t like chocolate,” jawab saya juga datar.
sumber
0 komentar:
Posting Komentar - Back to Content