Pilkada Jawa Barat akan dilakasanakan dalam beberapa waktu dekat, lima pasang calon Cagub dan Cawagub sudah mendaftar.Diantara kelima pasangan, tiga pasangan Cagub dan Cawagub adalah kombinasi bintang film dan sinetron. Melihat calon pasangan berkombinasi bintang membuat geli dan geleng-geleng kepala, apalagi ada yang menggunakan atribut pinjaman dari Jakarta.
Mungkin Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat bisa dibilang festival, nanti hasilnya bisa digunakan sebagai tolok ukur di acara Festival Film atau oleh produser. Kalau menang berarti masih memiliki rating dan nilai jual tinggi, serta mengisyaratkan rendahnya kemampuan masyarakat Jawa Barat dalam memilih Kepala Daerahnya. Jika diantara ketiga pasangan kombinasi bintang kalah berarti masyarakat Bandung lebih cerdik dan tidak terprovokasi oleh celebritas, tetapi memilih atas dasar penilaian calon secara masak.
Sebaiknya Pilkada Jakarta yang baru saja selesai bisa jadi pelajaran berharga buat daerah-daerah lainnya, terutama yang sesi Pilkadanya dekat seperti Jawa Barat. Komposisi 3 diantara 4 pasangan kelihatan kurang percaya diri dan masih menggunakan trik lama, yaitu menjual ketenaran. Hanya satu pasangan yang betul-betul memiliki kepercayaan diri. Memang sih, pilihan ditentukan oleh masayarakat Jawa Barat, tapi dampaknya juga harus dipikirkan masak-masak.
Apa mereka yang bintang itu memiliki kemampuan dan sanggup mengemban amanah rakyat sebagai Gubernur dan wakilnya? Jawabanya pasti mampu, cuma hasilnya jangan disamakan dengan jabatan yang diemban oleh orang yang memang tepat, artinya orang tersebut memang memilki kemampuan dibidangnya.
Boleh saja baju kotak-kotak Jokowi jadi simbol kesamaan visi , tapi apa memang sama kemampuannya dalam mengelola pemerintahan? Jokowi sudah terbukti memiliki kemampuan dan berhasil menjadi walikota selama 7 tahun dan serta menjadi walikota terbaik tingkat dunia, kelihatan terkesan nebeng beken Jokowi Ahok untuk pasangan kotak-kotak di Jabar. Kelihatannya pasangan ini salah strategi, karena cuma mengandalkan baju kotak-kotak. Untuk masyarakat Jakarta mungkin mengenal sosok calon gubernur dan wakilnya meski tanpa kotak-kotak, kalau didaerah apa bisa terkenal dari sinettron Bajaj Badjuri yang sudah lama tidak tayang. Untuk wakilnya pun hanya populer dikalangan akademisi dan tidak dikalangan petani dan rakyat kecil. Untuk kota Bandung mungkin bisa, tapi daerah lain rasanya tidak mungkin meskipun mengendarai banteng dan kotak-kotak. Satu lagi yang mungkin lewat adalah pencalonan gubernur dengan jenis kelamin wanita, juga akan menjadi kendala di Jawa Barat. Andaikata dibalik, yaitu calon gubernur nya laki-laki dan wakilnya perempuan mungkin masih bisa lah. Kelihatannya pasangan yang beratribut kotak-kotak ini tidak akan menyamai pendahulunya di Jakarta. Jangan sampai ungkapan kita sama-sama miskin oleh Om Teten Masduki jadi bumerang, nanti bisa-bisa naik sepeda ke kantor gubernur.
Untuk incomben lebih membingungkan lagi, karena menggaet pasangan dari maha bintang. Apakah sudah tidak ada yang sama visinya dan memiliki kemampuan mumpuni untuk dijadikan partner? Sepertinya incomben memperlihatkan secara tidak langsung kegagalannya kepemimpinan dan tidak memiliki kepercayaan diri apabila tidak didampingi oleh bintang dalam mengail suara. Jika sudah tidak percaya diri, bagaimana bisa dipercaya masyarakat? Kemungkinan untuk menang kelihatan masih samar, meskipun incomben didukung oleh partai berbasis agama mayoritas di Jawa Barat.
Yang satu ini seperti sosok yang mencla-mencle, alias ikut arah angin. Sebentar disini dan sebentar disana, pokoknya kelihatan lebih baik sambar langsung. Memang sih tidak semua orang menyadari hal ini, karena sudah lama berselang kepindahan dari partai A ke partai B. Meskipun pernah dan masih menjabat wakil gubernur didaerah yang sama dan didukung oleh puluhan partai, belum tentu bisa dijadikan acuan dalam perolehan dukungan, bahkan mungkin hasilnya sama seperti di Pilkada Jakarta. Untuk kualitas ketenaran harus bersaing ketat dengan dua kandidat yang bintangnya masih bersinar terang, pastinya berat untuk bintang yang redup.
Untuk pasangan keempat rasanya bisa jadi sangat berat, jika beradu popularitas dan ketenaran, apalagi jam tayang di televisi oleh kedua kandidat masih terang benderang. Satu masih sering nogol di iklan obat dan makan, serta beberapa sinetron yang dibintangi dan disutradarai. Yang satunya sekali waktu ikut demo disela-sela kesibukannya sebagai wakil rakyat Namun, jika pasangan ini belajar dari pilkada DKI Jakarta, rasanya bukan hal mustahil malah bisa menang.. Pesangan keempat ini meskipun bukan bintang memiliki keunggulan dari pasangan bintang, yaitu dari rakyat biasa-biasa saja. Suara akan terpecah dan dibagi oleh para bintang, sedangkan untuk pasangan ini tidak berkurang. Kalangan akademisi dan kota-kota kemungkinan akan memilih kedua pasangan terakhir ini.
Pilkada Jawa Barat terkesan tanggung, plagiatis dan kuno terjadi pada beberapa kandidat di Pilkada Jawa Barat, jika dibandingkan dengan Pilkada Jakarta sangat jauh berbeda, bahkan bisa dibilang turun kelas. Seperti tukang cukur yang tidak berani memplontos kepalanya, karena takut tidak laku. Seharusnya belajar dari Jokowi atau Obama, jangan samai Jawa Barat jadi ajang Gubenur dan wakil Gubernur di Sinetron...Inilah propinsi di Indonesia yang pilkadanya bertabur bintang , sangat disayangkan Sule yang pasti lebih memiliki nilai jual tinggi tidak diikut sertakan sebagai salah satu calon. Untuk idependent mudah-mudahan dapat suara lumayan (opini suka-suka)
0 komentar:
Posting Komentar - Back to Content